MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR DALAM
KONTEKS BIDANG ANTROPOLOGI
Nama : Dedi
Kelas : 1IA01
NPM : 51411806
Mata
Kuliah : ILMU SOSIAL DASAR #
UNIVERSITAS
GUNADARMA
Jl. Margonda Raya No. 100 Pondok Cina, Depok.
Telp.7520981, 7863819, 7888112
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini waktunya tidak
tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Ilmu Sosial Dasar Dalam Bidang Antropologi.
Seperti yang telah diketahui pada makalah yang telah Penulis publikasikan
sebelumnya mengenai pengertian dan makna Ilmu Sosial Dasar di dalam makalah
yang Penulis buat, maka untuk saat ini Penulis langsung saja mendeskipsikan tanpa
membahas ulang mengenai pengertian Ilmu Sosial Dasar itu sendiri. Adapun yang
ingin Penulis deskripsikan dalam makalah ini proses Perkembangan
Antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan Budaya.
Dalam penyusunan makalah ini, Penulis banyak mendapat
tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan
itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita sekalian.
Depok, 10 November 2011
|
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
D.
Manfaat
E.
Metode
Penelitian
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pengertian Antropologi
B. Pengertian Budaya
C. Hubungan Antropologi dan Budaya
BAB III PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Antropologi
B.
Antropologi Sosial Budaya
C.
Pengaruh Budaya Dalam
Perkembangan Antropologi
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang
filsuf China;
Lao Chai, pernah berkata bahwa suatu perjalanan yang bermil-mil jauhnya dimulai
dengan hanya satu langkah. Langkah manusia yang disebut filsuf itu tak lain
adalah antropologi. Benda apa yang disebut dengan Antropologi itu? Beberapa
atau bahkan banyak orang mungkin sudah pernah mendengarnya. Beberapa orang
mungkin mempunyai ide-ide tentang Antropologi yang didapat melalui berbagai
media baik media cetak maupun media elektronik. Beberapa orang lagi bahkan
mungkin sudah pernah membaca literature-literature atau tulisan-tulisan tentang
Antropologi.
Banyak
orang berpikir bahwa para ahli Antropologi adalah ilmuwan yang hanya tertarik
pada peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi bekerja menggali sisa-sisa
kehidupan masa lalu untuk mendapatkan pecahan guci-guci tua, peralatan
–peralatan dari batu dan kemudian mencoba memberi arti dari apa yang ditemukannya
itu. Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori Evolusi dan
mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam mempelajari kemunculan dan
perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang mempunyai pandangan yang sangat
keras terhadap penciptaan manusia dari
sudut agama kemudian melindungi bahkan melarang anak-anak mereka dari
Antroplogi dan doktrin-doktrinnya.
Bahkan masih banyak orang awam yang berpikir kalau Antropologi itu bekerja atau
meneliti orang-orang yang aneh dan eksotis yang tinggal di daerah-daerah yang
jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi masyarakat
umum adalah asing.
Semua pandangan tentang ilmu
Antroplogi ini pada tingkat tertentu ada benarnya, tetapi seperti ada cerita
tentang beberapa orang buta yang ingin mengetahui bagaimana bentuk seekor gajah
dimana masing-masing orang hanya meraba bagian-bagian tertentu saja sehingga
anggapan mereka tentang bentuk gajah itupun menjadi bermacam-macam, terjadi
juga pada Antropologi. Pandangan yang berdasarkan informasi yang
sepotong-sepotong ini mengakibatkan kekurang pahaman masyarakat awam tentang
apa sebenarnya Antropologi itu. Antropologi memang tertarik pada masa lampau.
Mereka ingin tahu tentang asal-mula manusia dan perkembangannya, dan mereka
juga mempelajari masyarakat-masyarakat yang masih sederhana (sering disebut
dengan primitif). Tetapi sekarang Antropologi juga mempelajari tingkah-laku
manusia di tempat-tempat umum seperti di restaurant, rumah-sakit dan di
tempat-tempat bisnis modern lainnya. Mereka juga tertarik dengan bentuk-bentuk
pemerintahan atau negara modern yang ada sekarang ini sama tertariknya ketika
mereka mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan yang sederhana yang terjadi pada
masa lampau atau masih terjadi pada masyarakat-masyarakat di daerah yang
terpencil.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.
D. Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai wadah bagi kami untuk mengembangkan wawasan yang berkaitan dengan perkembangan antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan budaya.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan
dalam makalah ini adalah metode studi kepustakaan. Pemilihan metode ini karena makalah
yang dillakukan ditujukan untuk mengidentifikasi proses
Perkembangan Antropologi dalam kaitannya dengan perkembangan Budaya, dengan mengacu pada literetur-literatur, artikel-artikel, dan situs-situs penyedia
informasi, serta sumber
bacaan lain.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Antropologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia",
dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai
makhluk biologis sekaligus makhluk sosial, jadi antropologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis
tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat
ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di
Eropa. Terbentuklah ilmu antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi
lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip
seperti sosiologi
tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan
sosialnya.
Menurut William A. Haviland, antropologi adalah studi
tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang
manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia. Sedangkan David Hunter memberikan pendapatnya bahwa antropologi
adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat
manusia. Selanjutnya Koentjaraningrat menyatakan antropologi adalah ilmu yang
mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat
serta kebudayaan
yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi,
yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta
kebudayaan
(cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga
setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
B. Pengertian Budaya
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi
tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian
aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang
terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan
digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana
terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.
Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi
tingkah lakunya.
Sebagai pengetahuan, kebudayaan adalah suatu satuan ide yang ada
dalam kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang terdiri atas kelakuan dan
hasil kelakuan manusia). Sebagai satuan ide, kebudayaan terdiri atas
serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang berisikan larangan-larangan untuk
melakukan suatu tindakan dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan,
dan alam, serta berisi serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan
mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya diwujudkan oleh
pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam.
Jadi nilai-nilai tersebut dalam penggunaannya adalah selektif sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi oleh pendukungnya.
Dari beberapa sisi, kebudayaan dapat dipandang sebagai: (1)
Pengetahuan yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan
tersebut; (2) Kebudayaan adalah milik masyarakat manusia, bukan daerah atau
tempat yang mempunyai kebudayaan tetapi manusialah yang mempunyai kebudayaan;
(3) Sebagai pengetahuan yang diyakini kebenarannya, kebudayaan adalah pedoman
menyeluruh yang mendalam dan mendasar bagi kehidupan masyarakat yang
bersangkutan; (4) Sebagai pedoman bagi kehidupan, kebudayaan dibedakan dari
kelakuan dan hasil kelakuan; karena kelakuan itu terwujud dengan mengacu atau
berpedoman pada kebudayaan yang dipunyai oleh pelaku yang bersangkutan.
C. Hubungan Antropologi dan
Budaya
Kata
Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi.
Secara pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan
istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis juga memakai istilah ini atau
diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen
untuk ini. Konsep ini memang sangat sering digunakan oleh Antropologi dan telah
tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti apa yang
sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh
Antropologi dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi
mempunyai pengertian yang sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli
Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi yang pernah dibuat mengatakan
ada sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibuat oleh para ahli Antropologi.
Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama
diantara para ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu
definisi kebudayaan dalam Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton
yang memberikan defenisi kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan
dalam kehidupan sehari-hari: “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari
masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih
diinginkan”.
Jadi,
kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi
cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari
kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.
Seperti
semua konsep-konsep ilmiah, konsep kebudayaan berhubungan dengan beberapa aspek
“di luar sana”
yang hendak diteliti oleh seorang ilmuwan. Konsep-konsep kebudayaan yang dibuat
membantu peneliti dalam melakukan pekerjaannya sehingga ia tahu apa yang harus
dipelajari. Salah satu hal yang diperhatikan dalam penelitian Antropologi
adalah perbedaan dan persamaan mahluk manusia dengan mahluk bukan manusia
seperti simpanse atau orang-utan yang secara fisik banyak mempunyai
kesamaan-kesamaan. Bagaimana konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan
mahluk-mahluk ini? Isu yang sangat penting disini adalah kemampuan belajar dari
berbagai mahluk hidup. Lebah melakukan aktifitasnya hari demi hari, bulan demi
bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai
pekerjaan yang khusus dan melakukan kegiatannya secara kontinyu tanpa
memperdulikan perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk
mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini sudah terprogram dalam gen mereka
yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti perubahan lingkungan di
sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus menunggu perubahan
dalam gen nya. Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi tidak fleksibel.
Berbeda dengan manusia, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi
karena kemampuan yang luar biasa dari
manusia untuk belajar dari pengalamannya. Benar bahwa manusia tidak
terlalu istimewa dalam belajar karena mahluk lainnya pun ada yang mampu
belajar, tetapi kemampuan belajar dari manusia sangat luar-biasa dan hal lain
yang juga sangat penting adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan apa yang
telah dipelajari itu.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Antropologi
Seperti halnya Sosiologi, Antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami
tahapan-tahapan dalam perkembangannya. Koentjaraninggrat menyusun perkembangan
ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:
1. Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar
abad ke-15-16,
bangsa-bangsa di Eropa
mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika,
Asia, hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku
yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian
mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala
sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri
fisik, kebudayaan,
susunan masyarakat,
atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku
asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan
etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada
permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku
luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul
usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.
2. Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada
fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi
karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi
masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara
perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap
bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa
yang tinggi kebudayaannya
Pada
fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan
primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat
sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
3. Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada
fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia
dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai
kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca
yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam
menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari
kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai
mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari
kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.
4. Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada
fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku
bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.
Pada
masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia
II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan
membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total.
Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan
yang tak berujung.
Namun
pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme
bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan.
Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak
masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah
mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses
perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan
kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di
daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
Dalam kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia
yang pernah hidup pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini.
Mahluk manusia ini hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup yang
ada di bumi ini yang diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun yang lalu.
Antropologi bukanlah satu satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ilmu-ilmu lain seperti
ilmu Politik yang mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu Ekonomi yang
mempelajari ekonomi manusia atau ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh manusia
dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu
ini tidak mempelajari atau melihat manusia secara menyeluruh atau dalam ilmu
Antropologi disebut dengan Holistik, seperti yang dilakukan oleh Antropologi.
Antropologi berusaha untuk melihat segala aspek dari diri mahluk manusia pada
semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh
semua manusia? Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku
seperti itu? Ini semua adalah beberapa contoh pertanyaan mendasar dalam
studi-studi Antropologi.
B. Antropologi Sosial-Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi
Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini
mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah
laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang
bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka.
Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang
mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia
sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana
bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya
dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang
oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari
kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat
besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi
Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi
kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang
kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari
bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi
yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada
kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk
spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara
belajar. Dia tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur
genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang
digerakan oleh kebudayaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkah-lakunya
digerakan oleh insting.
Ketika baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir
tersebut digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak
termasuk dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya adalah
kebutuhan akan makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam
kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan,
bagaimana cara memakan adalah bagian dari kebudayaan. Semua manusia perlu
makan, tetapi kebudayaan yang berbeda dari kelompok-kelompoknya menyebabkan
manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya adalah
cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan
menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya,
tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat
yang sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang
alat tersebut dibuat dari banyak bahan. Begitu juga tempat dimana manusia itu
makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi sekarang ada tempat-tempat
khusus dimana makanan itu dimakan. Hal
ini semua terjadi karena manusia mempelajari atau mencontoh sesuatu yang
dilakukan oleh generasi sebelumya atau lingkungan disekitarnya yang dianggap
baik dan berguna dalam hidupnya.
Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari.
Semut semut yang dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki kebudayaan,
walaupun mereka mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi
pekerjaannya, membuat sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya
dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah meniru dari semut yang lain.
Pola kelakuan seperti ini diwarisi secara genetis.
C. Pengaruh Budaya Dalam Perkembangan Antropologi
Agar dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan
seorang individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para ahli Antropologi membatasi diri untuk berpendapat
suatu kelompok mempunyai kebudayaan jika para warganya memiliki secara bersama
sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui
proses belajar.
Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan,
nilai-nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki
bersama oleh para warga dari suatu kelompok masyarakat. Pengertian masyarakat
sendiri dalam Antropologi adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah
dan yang memakai suatu bahasa yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk
tetangganya.
Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah
pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya
pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat
hal-hal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai
kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah
yang sering disebut dengan norma-norma, Walaupun kita semua tahu bahwa tidak
semua orang dalam kebudayaannya selalu berbuat seperti apa yang telah mereka
patokkan bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga
masyarakat selalu mematuhi dan mengikuti norma-norma yang ada pada
masyarakatnya maka tidak akan ada apa yang disebut dengan pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian
dari pola-pola yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku
sebenarnya karena pola-pola tersebut telah dikesampingkan oleh cara-cara yang
dibiasakan oleh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antropologi
adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari tentang
budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat
istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Terbentuklah ilmu
antropologi dengan melalui beberapa fase. Antropologi lebih memusatkan pada
penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi
tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan
sosialnya. Perkembangan antropologi terdiri atas 4 tahap yaitu ; 1)
Ø Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Sekitar abad ke-15-16,
bangsa-bangsa di Eropa
mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika,
Asia, hingga ke Australia.
Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak
menjumpai suku-suku
yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian
mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan.
Ø Fase Kedua (tahun 1800-an)
Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah
disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi
masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara
perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap
bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai
bangsa yang tinggi kebudayaannya
Ø Fase Ketiga (awal abad ke-20)
Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba
membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia
dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai
kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca
yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain.
Ø Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat.
Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa, mulai hilang
akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
B.
Saran
Antropologi sangat besar peranannya dalam
perkembangan kehidupan manusia sehingga diharapkan kepada kita semua untuk
selalu mengembangkan wawasan dan memperdalam pemahaman tentang kehidupan
masyarakat yang berkaitan dengan antropologi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Green, E.C 1986
Practicing Development Anthropology. Boulder and London: Westview
Ø Leonard Seregar. 2002.
Antorpologi dan Konsep Kebudayaan. Universitas Cendrawasih Press. Jayapura.
Ø Masinambow, E.K.M (Ed)
1997 Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia, Jakarta: Asosiasi
Antropologi Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia.
Ø Rhoades, R.E 1986
Breaking New Ground: Agricultural Anthropology. Dalam: Green Ed.
Ø Suparlan, Pasurdi 1995
Antropologi dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press
0 komentar:
Posting Komentar