TOPIK DISKUSI
Ada pandangan yang mengatakan bahwa lahirnya
Pancasila diilhami gagasan-gagasan besar dunia dan penglaman bangsa-bangsa
lain. Dan ada yang mengatakan bahwa Pancasila berakar pada kepribadian bangsa
Indonesia sendiri. Apakah dari dua perrnyataan tersebut tidak saling
bertentangan, dan apakah memang Pancasila sebagai ideologi gado-gado?
Jelaskan pokok-pokok pikiran pandangan anda.
POKOK PERSPEKTIF
A. Pendahuluan
Berdasarkan pada pokok-pokok pembahasan topik diskusi,
saya telah mencari referensi dari berbagai literatur-literatur dengan
menggunakan Filsafat Logika secara objektif, rasional, ilmiah, dan
argumentatif, serta manusiawi. Adapun referensi yang saya dapatkan meliputi
menggunakan search angine dalam dunia maya, buku-buku referensi, serta
berdiskusi aktif dengan tokoh TNI-AD, juga dengan rekan sebaya.
B. Sejarah Etmologi Pancasila
1 Juni dan 1
Oktober di RI merupakan dua tanggal yang memiliki nilai histori yang berarti
bagi maju berkembangya Pancasila sebagai ideology Negara RI. Sesuai fakta yang
ada bahwa 1 Juni diperingati sebagai tanggal lahirnya Pancasila, betapapun
bahwa sesungguhnya pada 1 Juni 1945 Bung Karno bukanlah penemu maupun pencipta
Pancasila, ia hanyalah PENGGALI kembali ideology yang sudah lama ada di
kehidupan masyarkat Nusantara sejak dahulu kala. Fakta ini memiliki makna bahwa
Pancasila lahir jauh sebelum 1 Juni 1945.
Jauh sebelum Republik Indonesia, Pancasila sudah dianut dan menjadi dasar filsafat serta ideology Kerajaan Maghada pada Dinasti Maurya sejak dipimpin oleh raja yang gagah perkasa ASHOKA (sekitar tahun 273 SM – 232 SM). Raja Ashoka merupakan penganut agama Buddha yang taat. Pancasila sendiri merupakan ajaran yang diciptakan oleh Sang Buddha Siddharta Gautama, Pancasila merupaka ajaran yang harus diamalkan oleh setiap penganut agama Buddha bahkan sampai kini. Dibawah ini naskah Pancasila dalam bahasa Pali
1. Saya menahan diri dari membunuh makhluk hidup.
Pānātipātā
veramani sikkhāpadam samādiyāmi
2.
Saya menahan diri dari mengambil hak orang lain (mencuri)
Adinnādānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
3.
Saya menahan diri dari perilaku menyimpang seksual
Kāmesu micchācāra veramani sikkhāpadam
samādiyāmi
4.
Saya menahan diri dari berbohong
Musāvāda veramani sikkhāpadam samādiyāmi
5.
Saya menahan diri dari dari penggunaan benda benda yang dapat menghilangkan
kesadaran diri
Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
Dengan berkembangnya ajaran Buddha, termasuk ke
Nusantara. Negara kedua setelah Kerajaan Maghada yang menjadikan Pancasila
sebagai dasar negaranya yaitu Kerajaan Majapahit di pulau Jawa yang berkembang
hampir kesepetiga Nusantara. Kerajaan Majapahit mengakui dan mengayomi dua
agama resmi Negara yaitu Buddha dan Hindu, kedua agama ini memiliki tempat
peribadatan masing-masing dilingkungan Negara. Maka terbentuklah keharmonisan
antar pemeluk agama dibawah naungan Pancasila. Isi Pancasila yang terdapat di
Kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam Kitab Negarakertamagama karya Empu
Prapanca.
Kejayaan Majapahit berakhir dengan kalahnya Perang dengan Kerajaan Islam Malaka dan disempurnakan kekalahannya oleh Kerajaan Islam Demak dibawah pimpinan Raden Fatah. Saat itulah Kerajaan Majapahit terkubur, bukan Istananya saja bahkan Ideologi dan lambang Garuda-nya pun ikut terkubur.
Negara memang bisa runtuh tapi benih ideology tetap
bersemayam di dada-dada penganutnya, hal ini dibuktikan dengan keluarnya Sumpah
dari Patih Naya Genggong yang berikrar bahwa kejayaan “majapahit” akan bangkit
dan mengalahkan Islam pada 500 tahun ke depan. Walaupun ketiga Negara diatas
memiliki sedikit perbedaan dalam konteks Pancasila, namun isi dari falsafahnya
setali tiga uang.
C. Ideologi Pancasila
Pada dasarnya Pancasila sebagai dasar dan ideologi
bangsa dan negara merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dari Proklamasi 17
Agustus 1945. Upaya vitalisasi dan revitalisasi diperlukan untuk mempertahankan
dan melestarikan eksistensi kehidupan masyarakat bangsa dan negara Indonesia,
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Upaya aktuualisasi dan reaktualisasi
ditempuh untuk menumbuhkembangkan kehidupan bangsa, negara dan masyarakat di
semua aspek secara terus menerus. Untuk itu diperlukan sikap kreatif, inovatis,
luwes, dinamis, dan antisipatif, agar mampu menjawab ATHG.
Pancasila merupakan pandangan hidup
bangsa yang lahir melalui proses panjang, dimantapkan oleh sejarah perjuangan
bangsa. Pengalaman sejarah telah membuktikan, bahwa pelaksanaan dan pengalaman
Pancasila secara murni dan konsekuen akan selalu mampu menjawab berbagai bentuk
tantangan dan ujian yang dihadapi bangsa Indonesia, dalam situasi dan kondisi
yang bagaimanapun juga. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam sistem
kehidupan nasional yang berdasarkan demokrasi Pancasila, dituntut kesungguhan,
keteguhan, dan konsistensi serta terus berusaha mengisi dan meningkatkan
kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa, baik di bidang politik, ekonomi sosial,
budaya maupun pertahanan keamanan.
Pancasila merupakan sumber dari
segala sumber hukum yang memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir bathin seluruh masyarakat Indonesia.
C.1.
Pancasila Berdasarkan Kepribadian Bangsa Indonesia
Pada
sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota
BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan.
Ø Usulan Mr. Mohammad Yamin
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad
Yamin
menyampaikan
usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun
dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu:
1.Peri Kebangsaan
2.Peri Kemanusiaan
3.Peri ke-Tuhanan
4.Peri Kerakyatan
5.Kesejahteraan Rakyat
Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat
menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis
yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata
dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:
1.Ketuhanan Yang Maha Esa
2.Kebangsaan Persatuan Indonesia
3.Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Ø Usulan Ir. Soekarno
Kemudian
pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul gagasannya tentang dasar
negara Indonesia merdeka, yang dinamakan “Pancasila atau Lima Dasar”. Pidato
Bung Karno diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi
Cosakai. Adapun 3(tiga) buah prinsip dalam pidato Bung Karno sebagai berikut:
Calon
dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
- Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
- Internasionalisme (Perikemanusiaan)
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama
Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut
dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga
dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Usulan
Ir. Soekarno diterima secara aklamasi oleh BPUPKI.
Ø Landasan Bung Karno
A) KORELASI RUMUSAN PANCASILA DASAR NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Menurut KRMH. T.H. Koesoemoboedoyo,
di dalam buku tentang “Wawasan Pandam Pandoming Gesang Wewarah Adiluhung Para
Leluhur Nuswantara Ngudi Kasampurnan Nggayuh Kamardikan”, pada tahun 1926,
perjalanan spiritual Bung Karno, yang sejak usia mudanya gemar olah kebatinan
untuk menggapai cita-citanya yang selalu menginginkan kemerdekaan negeri
tercinta, Bung Karno pernah bertemu dengan seorang tokoh spiritual, yaitu Raden
Ngabehi Dirdjasoebrata di Kendal Jawa Tengah. Pada saat itu Raden Ngabehi
Dirdjasoebrata mengatakan kepada Bung Karno, “ Nak,.. mbenjing menawi nagari
sampun mardika, dhasaripun Pancasila. Supados nak Karno mangertos, sakpunika
ugi kula aturi sowan dik Wardi mantri guru Sawangan Magelang “. ( “ Nak, nanti
jika negeri telah merdeka, dasarnya Pancasila. Supaya nak Karno mengerti,
sekarang juga saya sarankan menemui dik Wardi, mantri guru Sawangan Magelang”
). Setelah Bung Karno menemui Raden Suwardi di Sawangan Magelang, maka oleh
Raden Suwardi disarankan agar Bung Karno menghadap Raden Mas Sarwadi
Praboekoesoema di Yogyakarta.
Di dalam pertemuannya dengan Raden
Mas Sarwadi Praboekoesoemo itu lah Bung Karno memperoleh wejangan tentang Panca
Mukti Muni Wacana dalam bingkai Ajaran Spiritual Budaya Jawa, yang terdiri atas
Pancasila, Panca Karya, Panca Guna, Pancadharma, dan Pancajaya.
Menurut sebagian dari faham ajaran spiritual Budaya Jawa,
Pancasila itu merupakan bagian dari Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya
( Wahyu tujuh kelompok ajaran yang masing-masing kelompok berisi lima butir
ajaran untuk mencapai kemuliaan, ketenteraman, dan kesejahteraan
kehidupan alam semesta hingga alam keabadian/ akhirat ). Sementara itu
ada tokoh spiritual lain menyebutkan Panca Mukti Muni Wacana yang hanya terdiri
atas lima kelompok ( bukan tujuh ).
Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya itu terdiri atas :
1.Pancasila
Pancasila merupakan butir-butir ajaran yang perlu dijadikan rujukan pembentukan sikap dasar atau akhlak manusia.
1.1. Hambeg Manembah
Pancasila merupakan butir-butir ajaran yang perlu dijadikan rujukan pembentukan sikap dasar atau akhlak manusia.
1.1. Hambeg Manembah
Hambeg
manembah adalah sikap ketakwaan seseorang kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Manusia sebagai makhluk ciptaanNya wajib memiliki rasa rumangsa lan pangrasa (menyadari) bahwa keberadaannya di dunia ini sebagai hamba ciptaan Ilahi, yang mengemban tugas untuk selalu mengabdi hanya kepadaNya. Dengan pengabdian yang hanya kepadaNya itu, manusia wajib melaksanakan tugas amanah yang diemban, yaitu menjadi khalifah pembangun peradaban serta tatanan kehidupan di alam semesta ini, agar kehidupan umat manusia, makhluk hidup serta alam sekitarnya dapat tenteram, sejahtera, damai, aman sentosa, sehingga dapat menjadi wahana mencapai kebahagiaan abadi di alam kelanggengan ( akhirat ) kelak ( Memayu hayu harjaning Bawana, Memayu hayu harjaning Jagad Traya, Nggayuh kasampurnaning hurip hing Alam Langgeng )
Dengan sikap ketakwaan ini, semua manusia akan merasa sama, yaitu berorientasi serta merujukkan semua gerak langkah, serta sepak terjangnya, demi mencapai ridlo Ilahi, Tuhan Yang Maha Bijaksana ( Hyang Suksma Kawekas ).
Hambeg Mangeran ini mendasari pembangunan watak, perilaku, serta akhlak manusia. Sedangkang akhlak manusia akan menentukan kualitas hidup dan kehidupan, pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
1.2. Hambeg Manunggal
Hambeg manunggal adalah sikap bersatu. Manusia yang hambeg mangeran akan menyadari bahwa manusia itu terlahir di alam dunia ini pada hakekatnya sama. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh setiap insan itu memang merupakan tanda-tanda kebesaran Hyang Suksma Adi Luwih ( Tuhan Yang Maha Luhur ). Oleh karena itu sebagai salah satu bentuk dari sikap ketakwaan seseorang adalah sikap hasrat serta kemauan kerasnya untuk bersatu. Perbedaan tingkatan sosial, tingkat kecerdasan, dan perbedaan-perbedaan lain sebenarnya bukan alat untuk saling berpecah belah, tetapi malah harus dapat dipersatukan dalam komposisi kehidupan yang serasi serta bersinergi. Hanya ketakwaan lah yang mampu menjadi pendorong tumbuhnya hambeg manunggal ini, karena manusia akan merasa memiliki satu tujuan hidup, satu orientasi hidup, dan satu visi di dalam kehidupannya.
Manusia sebagai makhluk ciptaanNya wajib memiliki rasa rumangsa lan pangrasa (menyadari) bahwa keberadaannya di dunia ini sebagai hamba ciptaan Ilahi, yang mengemban tugas untuk selalu mengabdi hanya kepadaNya. Dengan pengabdian yang hanya kepadaNya itu, manusia wajib melaksanakan tugas amanah yang diemban, yaitu menjadi khalifah pembangun peradaban serta tatanan kehidupan di alam semesta ini, agar kehidupan umat manusia, makhluk hidup serta alam sekitarnya dapat tenteram, sejahtera, damai, aman sentosa, sehingga dapat menjadi wahana mencapai kebahagiaan abadi di alam kelanggengan ( akhirat ) kelak ( Memayu hayu harjaning Bawana, Memayu hayu harjaning Jagad Traya, Nggayuh kasampurnaning hurip hing Alam Langgeng )
Dengan sikap ketakwaan ini, semua manusia akan merasa sama, yaitu berorientasi serta merujukkan semua gerak langkah, serta sepak terjangnya, demi mencapai ridlo Ilahi, Tuhan Yang Maha Bijaksana ( Hyang Suksma Kawekas ).
Hambeg Mangeran ini mendasari pembangunan watak, perilaku, serta akhlak manusia. Sedangkang akhlak manusia akan menentukan kualitas hidup dan kehidupan, pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
1.2. Hambeg Manunggal
Hambeg manunggal adalah sikap bersatu. Manusia yang hambeg mangeran akan menyadari bahwa manusia itu terlahir di alam dunia ini pada hakekatnya sama. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh setiap insan itu memang merupakan tanda-tanda kebesaran Hyang Suksma Adi Luwih ( Tuhan Yang Maha Luhur ). Oleh karena itu sebagai salah satu bentuk dari sikap ketakwaan seseorang adalah sikap hasrat serta kemauan kerasnya untuk bersatu. Perbedaan tingkatan sosial, tingkat kecerdasan, dan perbedaan-perbedaan lain sebenarnya bukan alat untuk saling berpecah belah, tetapi malah harus dapat dipersatukan dalam komposisi kehidupan yang serasi serta bersinergi. Hanya ketakwaan lah yang mampu menjadi pendorong tumbuhnya hambeg manunggal ini, karena manusia akan merasa memiliki satu tujuan hidup, satu orientasi hidup, dan satu visi di dalam kehidupannya.
Di dalam salah satu ajaran spiritual, hambeg manunggal itu dinyatakan sebagai, manunggaling kawula lan gustine (bersatunya antara rakyat dengan pemimpin), manunggale jagad gedhe lan jagad cilik ( bersatunya jagad besar dengan jagad kecil ), manunggale manungsa lan alame ( bersatunya manusia dengan alam sekitarnya ), manunggale dhiri lan bebrayan ( bersatunya individu dengan masyarakat luas ), manunggaling sapadha-padha ( persatuan di antara sesama ), dan sebagainya.
1.3. Hambeg Welas Asih
Hambeg welas asih adalah sikap kasih sayang. Manusia yang hambeg mangeran, akan merasa dhirinya dengan sesama manusia memiliki kesamaan hakikat di dalam hidup. Dengan kesadaran itu, setelah hambeg manunggal, manusia wajib memiliki rasa welas asih atau kasih sayang di antara sesamanya. Sikap kasih sayang itu akan mampu semakin mempererat persatuan dan kesatuan.
1.4. Hambeg Wisata.
Hambeg
wisata adalah sikap tenteram dan mantap. Karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa, manusia akan bersikap tenteram dan merasa mantap di dalam
kehidupannya. Sikap ini tumbuh karena keyakinannya bahwa semua kejadian ini
merupakan kehendak Sang Pencipta.
Hambeg wisata bukan berarti pasrah menyerah tanpa usaha, tetapi justru karena kesadaran bahwa semua kejadian di alam semesta ini terjadi karena kehendakNya, sedangkan Tuhan juga menghendaki manusia harus membangun tata kehidupan untuk mensejahterakan kehidupan alam semesta, maka dalam rangka hambeg wisata itu manusia juga merasa tenteram dan mantap dalam melakukan usaha, berkarya, dan upaya di dalam membangun kesejahteraan alam semesta. Manusia akan merasa mantap dan tenteram hidup berinteraksi dengan sesamanya, untuk saling membantu, bahu membahu, saling mengingatkan, saling mat sinamatan, di dalam kehidupan.
1.5. Hambeg Makarya Jaya Sasama
Hambeg Makarya Jaya Sasama adalah sikap kemauan keras berkarya, untuk mencapai kehidupan, kejayaan sesama manusia. Manusia wajib menyadari bahwa keberadaannya berasal dari asal yang sama, oleh karena itu manusia wajib berkarya bersama-sama menurut potensi yang ada pada dirinya masing-masing, sehingga membentuk sinergi yang luar biasa untuk menjapai kesejahteraan hidup bersama. Sikap hambeg makarya jaya sesama akan membangun rasa “tidak rela” jika masih ada sesama manusia yang hidup kekurangan atau kesengsaraan.
2. Panca Karya
Panca karya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan berkarya di dalam kehidupan.
2.1. Karyaning Cipta Tata
Karyaning Cipta Tata adalah kemampuan berfikir secara runtut, sistematis, tidak semrawut ( tidak worsuh, tidak tumpang tindih ). Manusia wajib mengolah kemampuan berfikir agar mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya secara sistematis dan tuntas. Setiap menghadapi permasalahan wajib mengetahui duduk permasalahannya secara benar, mengetahui tujuan penyelesaian masalah yang benar beserta berbagai standar kriteria kinerja yang hendak dicapainya, mengetahui kendala-kendala yang ada, dan menyusun langkah atau strategi penyelesaian masalah yang optimal.
2.2. Karyaning Rasa Resik
Karyaning rasa resik adalah kemampuan bertindak obyektif, bersih, tanpa dipengaruhi dorongan hawa nafsu, keserakahan, ketamakan, atau kepentingan-kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran/budi luhur.
2.3. Karyaning Karsa Lugu
Karyaning Karsa Lugu adalah kemampuan berbuat bertindak sesuai suara kesucian relung kalbu yang paling dalam, yang pada dasarnya adalah hakekat kejujuran fitrah Ilahiyah ( sesuai kebenaran sejati yang datang dari Tuhan Yang Maha Suci/Hyang Suksma Jati Kawekas ).
2.4. Karyaning Jiwa Mardika
Karyaning Jiwa Mardika adalah kemampuan berbuat sesuai dengan dorongan Sang Jiwa yang hanya menambatkan segala hasil karya, daya upaya, serta cita-cita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terbebas dari cengkeraman pancaindera dan hawa nafsu keserakahan serta ketamakan akan keduniawian. Karyaning Jiwa Mardika akan mampu mengendalikan keduniaan, bukan diperbudak oleh keduniawian ( Sang Jiwa wus bisa murba lan mardikaake sagung paraboting kadonyan ).
2.5. Karyaning Suksma Menen
Karyaning Suksma Meneng adalah kemampuan berbuat berlandaskan kemantapan peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana, berlandaskan kebenaran, keadilan, kesucian fitrah hidup, “ teguh jiwa, teguh suksma, teguh hing panembah “.
Di dalam setiap gerak langkahnya, manusia wajib merujukkan hasil karya ciptanya pada kehendak Sang Pencipta, yang menitipkan amanah dunia ini kepada manusia agar selalu sejahtera.
Hambeg wisata bukan berarti pasrah menyerah tanpa usaha, tetapi justru karena kesadaran bahwa semua kejadian di alam semesta ini terjadi karena kehendakNya, sedangkan Tuhan juga menghendaki manusia harus membangun tata kehidupan untuk mensejahterakan kehidupan alam semesta, maka dalam rangka hambeg wisata itu manusia juga merasa tenteram dan mantap dalam melakukan usaha, berkarya, dan upaya di dalam membangun kesejahteraan alam semesta. Manusia akan merasa mantap dan tenteram hidup berinteraksi dengan sesamanya, untuk saling membantu, bahu membahu, saling mengingatkan, saling mat sinamatan, di dalam kehidupan.
1.5. Hambeg Makarya Jaya Sasama
Hambeg Makarya Jaya Sasama adalah sikap kemauan keras berkarya, untuk mencapai kehidupan, kejayaan sesama manusia. Manusia wajib menyadari bahwa keberadaannya berasal dari asal yang sama, oleh karena itu manusia wajib berkarya bersama-sama menurut potensi yang ada pada dirinya masing-masing, sehingga membentuk sinergi yang luar biasa untuk menjapai kesejahteraan hidup bersama. Sikap hambeg makarya jaya sesama akan membangun rasa “tidak rela” jika masih ada sesama manusia yang hidup kekurangan atau kesengsaraan.
2. Panca Karya
Panca karya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan berkarya di dalam kehidupan.
2.1. Karyaning Cipta Tata
Karyaning Cipta Tata adalah kemampuan berfikir secara runtut, sistematis, tidak semrawut ( tidak worsuh, tidak tumpang tindih ). Manusia wajib mengolah kemampuan berfikir agar mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya secara sistematis dan tuntas. Setiap menghadapi permasalahan wajib mengetahui duduk permasalahannya secara benar, mengetahui tujuan penyelesaian masalah yang benar beserta berbagai standar kriteria kinerja yang hendak dicapainya, mengetahui kendala-kendala yang ada, dan menyusun langkah atau strategi penyelesaian masalah yang optimal.
2.2. Karyaning Rasa Resik
Karyaning rasa resik adalah kemampuan bertindak obyektif, bersih, tanpa dipengaruhi dorongan hawa nafsu, keserakahan, ketamakan, atau kepentingan-kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran/budi luhur.
2.3. Karyaning Karsa Lugu
Karyaning Karsa Lugu adalah kemampuan berbuat bertindak sesuai suara kesucian relung kalbu yang paling dalam, yang pada dasarnya adalah hakekat kejujuran fitrah Ilahiyah ( sesuai kebenaran sejati yang datang dari Tuhan Yang Maha Suci/Hyang Suksma Jati Kawekas ).
2.4. Karyaning Jiwa Mardika
Karyaning Jiwa Mardika adalah kemampuan berbuat sesuai dengan dorongan Sang Jiwa yang hanya menambatkan segala hasil karya, daya upaya, serta cita-cita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terbebas dari cengkeraman pancaindera dan hawa nafsu keserakahan serta ketamakan akan keduniawian. Karyaning Jiwa Mardika akan mampu mengendalikan keduniaan, bukan diperbudak oleh keduniawian ( Sang Jiwa wus bisa murba lan mardikaake sagung paraboting kadonyan ).
2.5. Karyaning Suksma Menen
Karyaning Suksma Meneng adalah kemampuan berbuat berlandaskan kemantapan peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Bijaksana, berlandaskan kebenaran, keadilan, kesucian fitrah hidup, “ teguh jiwa, teguh suksma, teguh hing panembah “.
Di dalam setiap gerak langkahnya, manusia wajib merujukkan hasil karya ciptanya pada kehendak Sang Pencipta, yang menitipkan amanah dunia ini kepada manusia agar selalu sejahtera.
3. Panca Guna
Panca guna merupakan butir-butir ajaran untuk mengolah potensi kepribadian dasar manusia sebagai modal dalam mengarungi bahtera kehidupan.
3.1. Guna Empan Papaning Daya Pikir
Guna empan papaning daya pikir adalah kemampuan untuk berkonsentrasi, berfikir secara benar, efektif, dan efisien ( tidak berfikir melantur, meratapi keterlanjuran, mengkhayal yang tidak bermanfaat, tidak suka menyia-nyiakan waktu ).
3.2. Guna Empan Papaning Daya Rasa
Guna empan papaning daya rasa adalah kemampuan untuk mengendalikan kalbu, serta perasaan ( rasa, rumangsa, lan pangrasa ), secara arif dan bijaksana.
3.3. Guna Empan Papaning Daya Karsa
Guna
empan papaning daya karsa adalah kemampuan untuk mengendalikan, dan mengelola
kemauan, cita-cita, niyat, dan harapan.
3.4. Guna Empan Papaning Daya Karya
Guna empan papaning daya karya adalah kemampuan untuk berkarya, berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
3.5. Guna Empan Papaning Daya Panguwasa
Guna empan papaning daya panguwasa adalah kemampuan untuk memanfaatkan serta mengendalikan kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan secara arif dan bijaksana (tidak menyalahgunakan kewenangan). Kewenangan, kekuasaan, serta kemampuan yang dimilikinya dimanfaatkan secara baik, benar, dan tepat untuk mengelola (merencanakan, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi ) kehidupan alam semesta.
4. Panca Dharma
Panca
dharma merupakan butir-butir ajaran rujukan pengarahan orientasi hidup dan
berkehidupan, sebagai penuntun bagi manusia untuk menentukan visi dan misi
hidupnya.
4.1. Dharma Marang Hingkang Akarya Jagad
Dharma marang Hingkang Akarya Jagad adalah melaksanakan perbuatan mulia sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban umat kepada Sang Pencipta. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Mahaesa untuk selalu menghambakan diri kepada-Nya. Oleh karena itu semua perilaku, budi daya, cipta, rasa, karsa, dan karyanya di dunia tiada lain dilakukan hanya semata-mata sebagai bentuk perwujudan dari peribadatannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk mensejahterakan alam semesta ( memayu hayuning harjaning bawana, memayu hayuning jagad traya ).
4.2. Dharma Marang Dhirine
Dharma marang dhirine adalah melaksanakan kewajiban untuk memelihara serta mengelola dhirinya secara baik. Olah raga, olah cipta, olah rasa, olah karsa, dan olah karya perlu dilakukan secara baik sehingga sehat jasmani, rohani, lahir, dan batinnya.
Manusia perlu menjaga kesehatan jasmaninya. Namun demikian mengasah budi, melalui belajar agama, budaya, serta olah batin, merupakan kewajiban seseorang terhadap dirinya sendiri agar dapat mencapai kasampurnaning urip, mencapai kebahagiaan serta kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan kesehatan jasmani, rohani, lahir, dan batin tersebut, manusia dapat memberikan manfaat bagi dirinya sendiri.
4.3. Dharma Marang Kulawarga
Dharma marang kulawarga adalah melaksanakan kewajiban untuk memenuhi hak-hak keluarga. Keluarga merupakan kelompok terkecil binaan manusia sebagai bagian dari masyarakat bangsa dan negara. Pembangunan keluarga merupakan fitrah manusiawi. Kelompoh ini tentunya perlu terbangun secara baik. Oleh karena itu sebagai manusia memiliki kewajiban untuk melaksanakan tugas masing-masing di dalam lingkungan keluarganya secara baik, benar, dan tepat.
4.4. Dharma Marang Bebrayan
Dharma marang bebrayan adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun kehidupan bermasyarakat secara baik, agar dapat membangun masyarakat binaan yang tenteram damai, sejahtera, aman sentosa.
4.5. Dharma Marang Nagara
Dharma marang nagara adalah melaksanakan kewajiban untuk turut serta membangun negara sesuai peran dan kedudukannya masing-masing, demi kesejahteraan, kemuliaan, ketenteraman, keamanan, kesetosaan, kedaulatan, keluhuran martabat, kejayaan, keadilan, dan kemakmuran bangsa dan negaran beserta seluruh lapisan rakyat, dan masyarakatnya.
5. Panca Jaya
Panca jaya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan penetapan standar kriteria atau tolok ukur hidup dan kehidupan manusia.
5.1. Jayeng Dhiri
Jayeng dhiri artinya mampu menguasai, mengendalikan, serta mengelola dirinya sendiri, sehingga mampu menyelesaikan semua persoalan hidup yang dihadapinya, tanpa kesombongan ( ora rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa lan hangrumangsani, kanthi rasa, rumangsa, lan pangrasa ).
5.2. Jayeng Bhaya
Jayeng Bhaya artinya mampu menghadapi, menanggulangi, dan mengatasi semua bahaya, ancaman, tantangan, gangguan, serta hambatan yang dihadapinya setiap saat, dengan modal kepandaian, kepiawaian, kecakapan, akal, budi pekeri, ilmu, pengetahuan, kecerdikan, siasat, kiat-kiat, dan ketekunan yang dimilikinya. Dengan modal itu, seseorang diharapkan mampu mengatasi semua permasalahan dengan cara yang optimal, tanpa melalui pengorbanan ( mendatangkan dampak negatif ), sehingga sering disebut ‘nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake‘ ( menyerang tanpa pasukan, menang dengan tidak mengalahkan ).
5.3. Jayeng Donya
Jayeng donya artinya mampu memenuhi kebutuhan kehidupan di dunia, tanpa dikendalikan oleh dorongan nafsu keserakahan. Dengan kemampuan mengendalikan nafsu keserakahan di dalam memenuhi segala bentuk hajat serta kebutuhan hidup, maka manusia akan selalu peduli terhadap kebutuhan orang lain, dengan semangat tolong menolong, serta memberikan hak-hak orang lain, termasuk fakir miskin ( orang lemah yang nandang kesusahan/ papa cintraka ).
5.4. Jayeng Bawana Langgeng
Jayeng bawana langgeng artinya mampu mengalahkan semua rintangan, cobaan, dan godaan di dalam kehidupan untuk mempersiapkan diri, keturunan, dan generasi penerus sehingga mampu mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat.
5.5. Jayeng Lana ( mangwaseng hurip lahir batin kanthi langgeng ).
Jayeng lana artinya mampu secara konsisten menguasai serta mengendalikan diri lahir dan batin, sehingga tetap berada pada hidup dan kehidupan di bawah ridlo Ilahi.
6. Panca Daya
Panca daya merupakan butir-butir ajaran sebagai rujukan sikap dan perilaku manusia sebagai insan sosial, atau bagian dari warga masyarakat, bangsa dan negara. Di samping itu sementara para penghayat spiritual kebudayaan Jawa mengisyaratkan bahwa pancadaya itu merupakan komponen yang mutlak sebagai syarat pembangunan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, aman, dan sentosa lahir batin.
6.1. Daya Kawruh Luhuring Sujanma
Daya kawruh luhuring sujanma artinya kekuatan ilmu pengetahuan yang mampu memberikan manfaat kepada kesejahteraan alam semesta.
6.2. Daya Adiling Pangarsa
Daya adiling pangarsa/tuwanggana artinya kekuatan keadilan para pemimpin.
6.3 Daya Katemenaning Pangupa Boga
Daya katemenaning pangupa boga artinya kekuatan kejujuran para pelaku perekonomian ( pedagang, pengusaha ).
6.4. Daya Kasetyaning Para Punggawa lan Nayaka
Daya kasetyaning para punggawa lan nayaka artinya kekuatan kesetiaan para pegawai/ karyawan.
6.5.
Daya Panembahing Para Kawula
Daya panembahing para kawula artinya kekuatan kemuliaan akhlak seluruh lapisan masyarakat ( mulai rakyat kecil hingga para pemimpinnya; mulai yang lemah hingga yang kuat, mulai yang nestapa hingga yang kaya raya, mulai kopral hingga jenderal, mulai sengsarawan hingga hartawan ).
Daya panembahing para kawula artinya kekuatan kemuliaan akhlak seluruh lapisan masyarakat ( mulai rakyat kecil hingga para pemimpinnya; mulai yang lemah hingga yang kuat, mulai yang nestapa hingga yang kaya raya, mulai kopral hingga jenderal, mulai sengsarawan hingga hartawan ).
7. Panca Pamanunggal ( Panca Panunggal )
Panca pamanunggal adalah butir-butir ajaran rujukan kriteria sosok manusia pemersatu. Sementara tokoh penghayat spiritual jawa menyebutkan bahwa sosok pimpinan yang adil dan akan mampu mengangkat harkat serta martabat bangsanya adalah sosok pimpinan yang di dalam jiwa dan raganya bersemayam perpaduan kelima komponen ini.
7.1. Pandhita Suci Hing Cipta Nala
Pandita suci hing cipta nala adalah sosok insan yang memiliki sifat fitrah, yaitu kesucian lahir batin, kesucian fikir dan tingkah laku demi memperoleh ridlo Ilahi.
7.2. Pamong Waskita
Pamong waskita adalah sosok insan yang mampu menjadi pelayan masyarakat yang tanggap aspirasi yang dilayaninya.
7.3. Pangayom Pradah Ber Budi Bawa Bawa Leksana
Pangayom pradhah ber budi bawa leksana adalah sosok insan yang mampu melindungi semua yang ada di bawah tanggungjawabnya, mampu bersifat menjaga amanah dan berbuat adil berdasarkan kejujuran.
7.4. Pangarsa Mulya Limpat Wicaksana
Pangarsa mulya limpat wicaksana artinya sosok insan pemimpin yang berbudi luhur, berakhlak mulia, cakap, pandai, handal, profesional, bertanggungjawab, serta bijaksana.
7.5. Pangreh Wibawa Lumaku Tama
Pangreh wibawa lumaku tama artinya sosok insan pengatur, penguasa, pengelola yang berwibawa, memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, mampu mengatur bawahan dengan kewenangan yang dimilikinya, tetapi tidak sewenang-wenang, karena berada di dalam selalu berada di dalam koridor perilaku yang mulia ( laku utama ).
Terlepas dari kecenderungan faham pendapat Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya, atau Panca Mukti Muni Wacana, jika dilihat rumusan Pancasila ( dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia ), beserta proses pengusulan rumusannya, dengan menggunakan kejernihan hati dan kejujuran, sepertinya dapat terbaca bahwa seluruh kandungan ajaran Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya dan atau Panca Mukti Muni Wacana itu termuat secara ringkas di dalam rumusan sila-sila Pancasila, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Mahaesa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
B)
Paham Marhaenisme
Lima asas yang dikemukakan Sukarno
(kecuali asas ketuhanan) adalah dasar dari marhaenisme yang diputuskan dalam
konferensi Partindo (Partai Indonesia) pada 1933, yaitu sosio nasionalisme
terdiri atas internasionalisme dan nasionalisme, dan sosio demokrasi terdiri
atas demokrasi dan keadilan sosial.
C)
Piagam Jakarta
Piagam Jakarta
membuktikan bahwasannya Pancasila memang dibuat berdasarkan keadaan universal
dalam konteks agama di Indonesia dan pertimbangan objektif serta implementasi
dari Pancasila itu sendiri. Dan dimana hasil kompromi
tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan
disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). Panitia
Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI.
Di dalam Piagam
Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
1.
Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3.
Persatuan
Indonesia
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada saat penyusunan
UUD pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta dijadikan Muqaddimah (preambule). Selanjutnya pada pengesahan UUD 45 18
Agustus 1945 oleh PPKI, istilah Muqaddimah diubah menjadi Pembukaan UUD setelah butir pertama diganti menjadi Ketuhanan Yang
Maha Esa. Perubahan butir pertama dilakukan oleh Drs. M. Hatta atas usul A. A.
Maramis setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo
dan Ki Bagus Hadikusumo.
C.2.
Pancasila Diilhami Oleh Gagasan Besar Dunia dan Pengalaman Bangsa Lain
Ketika
menjabarkan tentang Nasionalisme dan Internasionalisme, Soekarno mengatakan:
"Saya mengaku pada waktu saya brumur 16 thn duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, sy dpengaruhi oleh seorang sosialis yg b'nama A.Baars, yang memberikan pelajaran kepada saya,-katanya : Jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu trjadi pada tahun 17, tetapi pada tahun 18, Alhamdulillah ada org lain yang memperingati saya,-ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya "San Min Chu I" atau "The Three People's Principles", saya mndapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A.Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh "The Three People's Principles”. Maka oleh karena itu jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen,-smpai masuk lubang kubur."
"Saya mengaku pada waktu saya brumur 16 thn duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, sy dpengaruhi oleh seorang sosialis yg b'nama A.Baars, yang memberikan pelajaran kepada saya,-katanya : Jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu trjadi pada tahun 17, tetapi pada tahun 18, Alhamdulillah ada org lain yang memperingati saya,-ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya "San Min Chu I" atau "The Three People's Principles", saya mndapatkan pelajaran yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A.Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh "The Three People's Principles”. Maka oleh karena itu jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen,-smpai masuk lubang kubur."
Ø Siapakah mereka yang di bold
1. A. Baars atau Ir. Baars,
Menurut penjelasan
Soekarno sendiri adalah seorang penganjur paham Marxis dan termasuk awal
pembawa paham yang menjadi komunisme di Indonesia. Tapi masih menurut Soekarno,
Baars juga telah "bertaubat" dari paham komunisme, bahkan
mempringatkan khalayak untuk tdk mndekati paham ini. Tapi dlm tulisannya yg
dterbitkan pada Suluh Indonesia Muda pada thn 1928 itu, Soekarno seolah2 msh
menaruh harapan pd paham yg satu ini. Ia msh berhasrat untuk menyelidiki,bhkan
mngajak kaum nasionalis dan kaum kbangsaan untuk menelisik sosialisme dan
komunisme.
2. Dr. Sun Yat Tsen
Adalah tokoh revolusi Tiongkok dan
pndiri Partai Kuomintang. Besar kemungkinan ia adalah salah seorang anggota
Freemasonry Cina yang pada tahun 1912 mendirikan Tiongkok Merdeka.
Sebetulnya ada nama lain yang
disebut oleh Soekarno dalam pidatonya, yakni Otto Bauer merupakan salah seorang pemikir Marxis yang
berada di Austria. Karena itu kelompok ini disebut kategori AustroMarxis. Dari
sudut wilayah, bisa ditebak bahwa Austria dan Polandia adalah tempat bermukimnya
banyak kaum Yahudi yang kelak menjadi sasaran Hitler dalam aksi holocaustnya.
Seperti diketahui Karl Marx, tokoh yang melahirkan teori komunisme ini berasal dari keluarga yahudi di abad ke-18. Warna freemasonry yang anti Tuhan dan agama kental dalam keseluruhan karyanya. Paham yang merusak ini, masuk ke Indonesia sepanjang yang bisa dilacak adalah melalui seorang tokoh Yahudi anggota Freemasonry bernama Sneevliet pd tahun 1913.
Dalam risalah kecil berjudul “ Freemasonry di Asia Tenggara “, yang ditulis oleh Abdullah Patani di Madinah al-Munawarah pada tahun 1400 H dan diterbitkan ... dalam bahasa Melayu di Malaysia oleh Ali bin Haji Sulong dikemukakan bahwa Pancasila yang digagas oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno adalah kepanjangan dari doktrin Zionis yang telah dipropagandakan oleh tokoh-tokoh Freemasonry di Asia pada umumya, dan Asia Tenggara pada khususnya. Wallahu'alam.
Tahun 1932 Ir
Soekarno menulis satu risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”. Di
dalam risalah itu Ir Soekarno menerangkan bahwa kemerdekaan (political
Independence) ialah suatu jembatan emas. Mulai sejak itu disiarkan semboyan
Indonesia Merdeka.
Dari
hasil studinya, Ir Soekarno mengajarkan bahwa Indonesia Merdeka haruslah
didirikan di atas dasar : a. Kebangsaan Indonesia (Nationale staat), b.
Internasionalisme (Peri kemanusiaan), c. Mufakat (Demokrasi), d. Kesejahteraan
Sosial, e. Ke-Tuhanan, yang dinamakannya (dengan petunjuk seorang ahli bahasa)
dengan nama Pancasila. Ir Soekarno senang kepada simbolik angka (lima).
Ajarannya ini disampaikannya tanggal 1 Juni 1945 dalam pidatonya di hadapan
sidang Badan Penyelidik Usha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Ide
(gagasan) Pancasila ini bukanlah dipungut Ir Soekarno dari Negarakertagama,
Sutasoma, Sriwijaya ataupun Majapahit.
Ide (gagasan) Kebangsaan dipungut Ir
Soekarno dari ajaran Ernest Renan dan Otto Bauer. Ernest Renan mengajarkan
bahwa bangsa adalah satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa
dirinya bersatu. Otto Bauer menajarkan bahwa bangsa adalah satu persatuan
perangai yang timbul karena persatuan nasib. Menurut analisa Ir Soekarno,
bangsa Indonesia hanya dua kali mengalami nationale staat, yaitu di jaman
Sriwijaya dan di jaman Majapahit. Ide (gagasan) Internasionalisme (Peri
kemanusiaan) dipungut Ir Soekarno dari ajaran A.Baars dan Gandhi. A Baars
mengajarkan kosmopolitisme (faham kemanusiaan sedunia). Gandhi mengajarkan “my
nationalism is humanity” (Kebangsaan saya adalah Peri Kemanusiaan). Ide
(gagasan) Mufakat (Demokrasi) dan Kesejahteraan Sosial dipungut Ir Soekarno
dari ajaran Sun Yat Sen dan Jean Jaures. Sun Yat sen mengajarkan tentang Sn Min
Chu I : Mintsu (Nasionalisme), Minchuan (Demokrasi), Minsheng (Sosialisme).
Jean jaures mengajarkan tentang demokrasi politik dan demokrasi ekonomi
(keadilan sosial). Ide (gagasan) Ke-Tuhanan dipungut Ir Soekarno dari kenyataan
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan. Masing-masing orang
Indonesia menyembah Tuhannya masing-masing.
C.3. Apakah Dari Dua
Pernytaan Tersebut Tidak Saling Bertentangan
Ø Tidak, karena Pancasila merupakan ideologi
terbuka yang dimana dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya
dinamika secara internal.
Ø Karena pada dasarnya paham-paham yang di
petik oleh Bung Karno dapat disesuaikan pada keadaan Indonesia sendiri.
Ø Dalam menciptakan ideologi Pancasila dari
berbagai sumber masih terjadi pro-kontra atas paham manakah yang diadopsi Bung Karno, Baik itu paham dari gagasan
tokoh dunia maupun dari negarakertamagama
ataupun dari Wahyu Sapta Warsita Panca Pancataning Mulya dan atau Panca Mukti Muni, tapi menurut saya yang di
petik dalam pembuatan Pancasila yakni
Panca Mukti Muni sebagai
landasan dan paham berbagai tokoh sesuai di atas tadi merupakan politice
strategy.
Ø Tidak bertentangan karena inti sila-sila
Pancasila akan tetap sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam adat kebiasaan, dalam
kebudayaan, maupun dalam hidup keagamaan.
C.4. Apakah Pancasila Sebagai Ideologi Gado-Gado
Yah
Jelas, karena Pancasila merupakan kombinasi banyak ideologi yang menjadi satu,
terlepas dari pada itu, Pancasila
besifat ideologi terbuka yang berarti senantiasa mengantisipasi perkembangan
aspirasi rakyat sesuai dengan perkembangan jaman. Dan menyesuaikan pada keseimbangan antara golongan
agama & nasionalis, sifat individu & sifat sosial, serta antara ide-ide
asli Imdonesia.
D. DAFTAR PUSTAKA
Ø
buku Jejak Freemason
& Zionis di Indonesia, Herry Nurdi.
http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=65849086453&topic=13011
http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=65849086453&topic=13011
Ø
H. Moesadin
Malik, Ir., Msi. 2012. Pendidikan Pancasila. Jakarta
Ø
Lesmana. 1997. DISIPLIN NASIONAL. Jakarta
Ø
Garuda
Pancasila dan Tata Dunia Baru
0 komentar:
Posting Komentar